Seputar Suami Istri Khususnya Sedang Hamil – Sahabat Idewedding Lovers, Setiap keluarga tentu saja mempunyai permasalahan yang sangat beragam, baik suami istri maupun tentang anak-anak dan keluarga besar lainnya kan. Mari kita mencoba sedikit membahas salah satunya, seputar suami istri khususnya pada saat sang istri tengah berbadan dua (Hamil). Simak beberapa pertanyaan dan juga jawaban yang ada di bawah ini.
Berikut ini pertanyaannya.
- Apa saja kewajiban suami saat istri sedang hamil?
- Apakah seorang istri dianggap dzolim ketika suaminya membantu menyelesaikan pekerjaan rumah tangga yang menjadi tanggung jawab istri tanpa dasar paksaan?
- Bagaimanakah hukum tentang uang gaji seorang istri yang diberikan kepada suaminya untuk membantu keuangan keluarganya?
- Apakah semua kewajiban seorang suami yang sedang sakit berbulan-bulan otomatis beralih ke istri?
- Bagaimanakah cara agar rasa saling memahami jadi bisa tumbuh subur dalam keluarga?
Berikut ini Jawabannya.
Lika-liku kehidupan keluarga memang senantiasa menyisakan permasalahan dan pertanyaan. Mari mencoba menelisiknya dengan sederhana sesuai kemampuan admin yang terbatas.
Pertama tentang kewajiban suami saat istri sedang hamil.
Secara umum suami istri dalam kondisi apapun haruslah berfungsi sebagai pakaian satu sama lainnya. Sebagaimana Allah SWT berfirman, “ mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka” (QS Al-Baqoroh 187). Pakaian mempunyai fungsi perlindungan fisik maupun psikis. Tanpa pakaian seseorang akan kedinginan, dan lebih dari itu tentu malu bukan kepalang. Begitu pula seorang suami, memberikan perlindungan fisik dan psikis kepada suaminya. Terlebih dimasa hamil yang bagi seorang wanita bukan hanya menderita secara fisik, tetapi juga psikis. Selain kepayahannya, terkadang juga para ibu hamil merasa ‘jelek’ secara penampilan.
Maka inilah tugas para suami, memastikan agar kondisi istri tetap fit dan sehat dalam menghadapi persalinan. Upaya sederhananya dari mulai mengontrol kesehatan secara teratur di dokter dan bidan, ataupun menemani sang istri jalan-jalan di pagi hari. Secara psikis, sang suami berkewajiban membesarkan hati sang istri agak lebih siap menghadapi persalinan, selain tentu saja dengan mengingatkan untuk tetap mendekatkan diri dan tawakkal kepada Allah SWT.
Kedua, anggapan istri dianggap dzolim saat suami membantu pekerjaan rumah
Anggapan diatas salah dan memalukan. Islam tidak pernah sama sekali mengajarkan bahwa para suami adalah raja yang senantiasa ongkang-ongkang dalam rumah tangga. Bahkan Rasulullah SAW sendiri saat dirumah melakukan banyak hal sebagaimana orang lainnya. Suatu hari Aisyah pernah ditanya, apa yg dikerjakan Rasulullah di rumah? Dijawabnya ” seperti layaknya manusia biasa. Beliau menambal bajunya sendiri, memerah susu kambingnya sendiri,dan mengerjakan sendiri pekerjaan rumahnya” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Rasulullah SAW manusia yang paling mulia dengan kesibukan dakwah yang luar biasa, ternyata juga melakukan banyak hal-hal teknis dan sederhananya di rumahnya. Jadi tidak ada alasan sibuk bagi para suami sehingga enggan membantu istrinya di rumah. Lebih baik lagi, jika pekerjaan itu dilakukan bersama –pada waktu liburan misalnya- maka insya Allah akan bertambah kecintaan antara mereka berdua.
Yang Ketiga, hukum uang gaji seorang istri yang diberikan kepada suami untuk membantu keuangan keluarganya?
Jadi hukumnya itu boleh dan itu menunjukkan kemuliaan dan kemurahan hati sang istri. Suami bukan termasuk tanggungan nafkah bagi seorang istri, karenanya boleh sedekah – bahkan zakat sekalipun- kepada suami. Diriwayatkan bahwa seorang shohabiyah Zaenab bertanya, “Wahai Rosululloh, engkau tadi memerintahkan untuk bershodaqoh, sedangkan saya memiliki perhiasan , dan saya kepingin menshodaqohkannya, namun Ibnu Mas’ud (suamiku) mengatakan bahwa dia dan anaknya lebih berhak untuk diberi harta shodaqoh tersebut.
”Maka Rasululloh bersabda, “ Ibnu Mas’ud benar, suami dan anakmu lebih berhak engkau beri shodaqoh.” (HR. Bukhori). Namun yang menjadi catatan penting, bahwa istri juga harus terus memotivasi sang suami untuk bekerja lebih keras dan sungguh agar mampu menopang kebutuhan keluarga, tanpa bergantung dari sedekah sang istri.
Yang Keempat, Apakah semua kewajiban seorang suami yang sedang sakit berbulan-bulan otomatis beralih ke istri?
Hubungan keluarga semestinya itu tidak dilihat secara hitam dan putih, yaitu membedakan secara garis tegas antara kewajiban dan hak baik suami dan istri. Ini adalah sebuah hubungan mistaqon gholidzo yang tidak terbatasi dengan aturan-aturan yang saklek, tapi mempertimbangkan sisi psikologis, perasaan, ketenangan dan juga saling ketergantungan. Jadi, jika ada suami yang sakit berbulan-bulan sekalipun, rasa cinta dan kasih sayang seorang istri pasti akan menuntunnya untuk mencari solusi yang tepat bagi suami dan anak-anaknya.
Ia bisa jadi bekerja, berhutang, berdagang atau apapun dan itu dilakukan dengan sepenuh cinta dan pengharapan atas kesembuhan suaminya, bukan sekedar embel-embel ‘kewajiban’ dan tanggung jawab semata. Jadi mari kita lihat dari kacamata yang lebih manusiawi. Ini dalam konteks suami istri, sementara secara umum antara kaum muslimin dan mukminat juga senantiasa diminta untuk bahu membahu bukan? Firman Allah SWT, “ dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain (QS At-Taubah : 71)
Yang Kelima, Bagaimanakah caranya agar rasa saling memahami bisa tumbuh subur dalam keluarga?
Pertanyaan yang singkat tapi membutuhkan jawaban yang bisa sangat panjang. Untuk memahami karakter seseorang, dalam logika Umar bin Khotob bisa melalui tiga hal, yaitu bepergian bersama, mabit atau menginap bersama, dan ketiga melakukan transaksi bersama. Dari tiga hal ini seseorang akan muncul watak aslinya, sehingga bisa menjadi bahan untuk saling memahami dan mengenal lebih mendalam.
Dalam kaitan seorang suami istri, sebenarnya harus saling memahami semestinya akan muncul begitu saja sesuai dengan berjalannya waktu. Hari demi hari nantinya akan muncul hal-hal dan watak asli sang suami maupun istri, baik yang baik maupun yang buruk. Disinilah perlu permakluman dan kesadaran akan kekurangan dan kelebihan setiap orang. Tidak sombong mengakui jika bersalah, dan juga tidak pelit untuk memuji kelebihan pasangannya.
Memperlebar Jalur Komunikasi Antar Suami Istri
Satu langkah efektif untuk saling memahami adalah dengan memperlebar jalur komunikasi antar suami istri, baik secara kualitas maupun kuantitas. Dengan berterus terang mengemukakan apa ganjalan di hati, maka ancaman ‘gagal komunikasi’ akan semakin bisa kita jauhi. Carilah peluang dan kesempatan untuk terus membina komunikasi yang super baik antara suami istri. Terimakasih anda sudah bersedia membaca artikel kami tentang Seputar Suami Istri Khususnya Sedang Hamil. Baca juga tips pernikahan lainnya yang akan memberikan kalian sedikit penjelasan mengenai hal tersebut. Semoga bermanfaat yaa, salam idewedding lovers.
Leave a Comment