Penjelasan Pernikahan Beda Agama di Indonesia – Pernikahan beda agama bukanlah topik baru di kalangan masyarakat Indonesia. Meskipun sudah bertahun-tahun dibahas, isu ini selalu menjadi perbincangan hangat karena selalu ada cerita baru mengenai pasangan beda agama yang mengusahakan untuk mengesahkan hubungan mereka dalam pernikahan. Bagaimanakah sebetulnya ketentuan pernikahan beda agama terutama di mata hukum? Berikut penjelasan pernikahan beda agama di Indonesia.
Hukum di Indonesia Yang Menentukan Sahnya Pernikahan
Negara Indonesia dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) telah mengatur syarat sahnya suatu perkawinan atau pernikahan bagi warga negaranya. Dalam Pasal 2 UUP, disebutkan:
- Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
- Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal tersebut hanya membahas syarat sah perkawinan adalah mengikuti hukum agama yang dianut pengantin dan tercatat oleh negara. Maka mempelai harus mengikuti syarat sah pernikahan berdasarkan yang berlaku di hukum agama mereka.
Agar lebih memahami bagaimana hukum pernikahan beda agama dalam masing-masing agama yang diakui di Indonesia, berikut adalah penjelasan lengkapnya.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Islam
Bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang beragama Islam, Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menetapkan fatwa mengenai pernikahan beda agama sebagai hasil dari Musyawarah MUI VII pada tanggal 26-29 Juli 2005. Fatwa tersebut berbunyi:
- Perkawinan beda agama adalah haram dan tidak sah.
- Perkawinan laki-laki muslim dengan wanita Ahlu Kitab, menurut qaul mu’tamad, adalah haram dan tidak sah.
Berdasarkan fatwa tersebut, dapat disimpulkan apabila seorang muslim tidak boleh menikah dengan non-muslim. Selain itu, ditekankan bagi laki-laki muslim untuk tidak menikahi Ahlu Kitab, yaitu perempuan yang berbeda agama selain agama Islam karena hukumnya haram dan tidak sah.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Kristen Protestan
Pada prinsipnya, kepercayaan Kristen Protestan melarang penganutnya untuk melakukan pernikahan beda agama. Hal tersebut tercantum dalam Alkitab 2 Korintus Pasal (6) Ayat 14 yang berbunyi:
“Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah yang terdapat antara kebeneran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap?”
Ayat tersebut menekankan bahwa pasangan yang berbeda agama adalah tidak seimbang dan tidak dibenarkan. Pada pendeta juga melarang keras pernikahan beda agama karena menyimpang dari ajaran Kristen dan kekudusan Allah.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Katolik
Dalam Gereja Katolik, terdapat dasar-dasar yang mengatur pernikahan campur, yaitu pernikahan beda gereja dan beda agama.
Dari berbagai dasar hukum dan aturan agama Katolik tersebut, Gereja Katolik memberikan kemungkinan pasangan untuk melakukan pernikahan campur, baik beda gereja maupun beda agama. Namun untuk melakukan pernikahan campur ini tetap harus memenuhi persyaratan khusus yang diatur oleh uskup. Sehingga dapat dikatakan bahwa pernikahan beda agama menurut Katolik dapat dianggap sah dan dapat diberkati.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Budha
Dalam pandangan Budha, perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin yang tidak dapat dipaksakan, namun harus dipikirkan secara matang agar tercapai keluarga bahagia yang berlandaskan Sanghyang Adi Budha. Sehingga apabila seseorang beragama Budha ingin melakukan pernikahan dengan orang yang menganut agama berbeda, pernikahan tersebut dianggap sah asal keputusan yang diambil bukan paksaan dari pihak lain.
Menurut keputusan Sangah Agung Indonesia, perkawinan beda agama diperbolehkan asal pengesahan perkawinannya dilakukan menurut tata cara Budha. Kedua mempelai harus mengucapkan janji-jani atas nama sang Budra, Dharman, dan Sangka untuk menundukkan diri pada kaidah agama Budra dalam pelaksanaan pernikahan tersebut.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Hindu
Aturan mengenai pernikahan dalam agama Hindu diatur dalam Kitab Manawa Dharma Sastra. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa:
“Dalam memilih istri hendaknya ia menghindari kesepuluh macam jenis tersebut di bawah ini, betapapun terkenalnya, atau kayanya dengan ternak, kuda, biri-biri, atau kekayaan lainnya”.
Sepuluh jenis yang harus dihindari dalam ayat di atas dijelaskan selanjutnya, bahwa:
“Kesepulih macam itu ialah keluarga yang tidak menghiraukan upacara-upacara suci, keluarga yang tidak mempunyai keturunan laki-laki, keluarga yang tidak mempelajari Weda, keluarga yang anggota badannya berbulu tebal, keluarga yang mempunyai penyakit wasir, penyakit jiwa, penyakit maag, penyakit ayan, atau lepra”.
Pada poin pertama dan ketiga disebutkan bahwa seorang Hindu harus menghindari menikahi calon istri yang keluarganya menghiraukan upacara suci dan tidak mempelajari Weda. Maka dapat disimpulkan bahwa umat Hindu tidak diperbolehkan untuk menikahi pasangan yang tidak memiliki kepercayaan yang sama.
Hukum Pernikahan Beda Agama Menurut Agama Konghucu
Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (MATAKIN) menjelaskan bahwa berbagai perbedaan paham dan keyakinan tidak akan menjadi penghalang untuk melaksanakan pernikahan. Dalam tradisi agama Konghucu, perkawinan beda agama dapat dibenarkan walaupun tidak dapat dilaksanakan Li Yuan atau upacara pemberkatan dalam agama Konghucu.
Berdasarkan penjelasan pernikahan beda agama di Indonesia yang sudah disebutkan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa mayoritas ajaran agama melarang pernikahan beda agama. Hal tersebut berarti tidak memenuhi UUP Pasal 2 Ayat (1) mengenai syarat sah pernikahan berdasarkan agama yang dianut.
Semoga penjelasan pernikahan beda agama di Indonesia di atas dapat memberikan ilmu dan pencerahan bagi Anda.
Leave a Comment