Pernikahan Mut'ah dalam Islam

Pengertian Pernikahan Mut’ah dalam Islam dan Serba-Serbinya

Pengertian Pernikahan mut’ah dalam islam – Dalam Islam, pernikahan hukumnya adalah wajib bagi seseorang yang telah mampu secara fisik dan finansial untuk berumah tangga, serta sulit untuk menghindari zina. Namun, ada beberapa jenis pernikahan yang sesungguhnya dilarang dalam Islam, salah satunya adalah pernikahan mut’ah. Seperti apakah pengertian pernikahan mut’ah dalam Islam dan bagaimana hukumnya? Berikut kami kupas tuntas mengenai pengertian pernikahan mut’ah dalam Islam dan serba-serbinya.

Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Pengertian Pernikahan Mut’ah

Pernikahan mut’ah didefinisikan sebagai pernikahan antara seorang pria dengan seorang wanita dalam batas waktu tertentu. Di Indonesia, pernikahan mut’ah dikenal sebagai “kawin kontrak”.

Pada prosesnya, seorang pria akan melakukan perkawinan dengan mengucapkan akad dengan kurun waktu tertentu, yang kemudian diterima oleh sang wanita. Selama masa pernikahan tersebut, sang pria akan menjalankan kewajibannya dalam memberikan nafkah berupa harta, makanan, pakaian, dan sebagainya. Kemudian, saat masanya selesai, pasangan pria dan wanita tersebut akan berpisah tanpa talak dan tanpa warisan.

Bagaimana Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Bagaimana Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Dalam pernikahan mut’ah, seorang pria bisa datang kepada seorang wanita tanpa adanya wali atau saksi. Kemudian mereka membuat kesepakatan mahar dan batas waktu pernikahan. Tidak ada ketentuan apapun dalam pernikahan mut’ah kecuali yang telah disepakati, dan tidak ada masa iddah kecuali istibra’ dan nasab kecuali jika disyaratkan. Di Indonesia, pernikahan ini tidak melalui proses pencatatan sehingga hasil pernikahannya tidak diakui secara hukum.

Sejarah Pernikahan Mut’ah

Pernikahan mut’ah merupakan warisan tradisi jahiliyah yang pada awalnya dibolehkan oleh Rasulullah SAW dalam keadaan tertentu, seperti saat melakukan perjalanan jauh atau dalam peperangan.

Penjelasan Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Penjelasan Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Namun seiring berjalannya waktu, pernikahan mut’ah melewati beberapa kali perubahan hukum dalam pelarangannya, yaitu pada waktu perang Khaybar. Kemudian pada waktu penaklukan Mekkah, pernikahan mut’ah sempat diperbolehkan lagi sebelum diharamkan selamanya pada saat perang Awthas. Sesuai hadis yang diriwayatkan oleh Rabi bin Sabrah dari ayahnya Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW berabda:

“Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk mut’ah pada masa penaklukan kota Mekkah, ketika kami memasuki Mekkah. Belum kami keluar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengharamkannya atas kami”.

Hukum Pernikahan Mut’ah dalam Islam

Beberapa dalil yang digunakan dalam menentukan hukum pernikahan mut’ah dalam islam adalah sebagai berikut:

  • Firman Allah SWT

Melalui QS. Almukminun[23]:5-6, Allah SWT berfirman:

“Dan (diantara sifat orang mukmin itu) mereka memelihara kemaluannya kecuali terhadap isteri atau jariah mereka: maka sesungguhnya mereka (dalam hal ini) tiada tercela.”

Tips Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Tips Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Ayat tersebut menjelaskan bahwa hubungan kelamin hanya diperbolehkan kepada wanita yang berfungsi sebagai isteri atau jariah. Sementara, wanita dalam pernikahan mut’ah tidak berfungsi sebagai isteri ataupun jariah karena akad pernikahannya berbeda dengan akad pernikahan yang dibenarkan. Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa Allah melarang umat Muslim untuk melakukan pernikahan mut’ah.

  • Hadis Rasulullah SAW

Hadis yang menunjukkan bahwa pernikahan mut’ah dibolehkan telah di-nasakh-kan (dibatalkan), seperti yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari ar-Rabi’ bin Sabrah al-Juhani dari bapaknya (Sabrah), dimana Rasulullah SAW bersabda:

“Wahai manusia, aku pernah membolehkan kamu melakukan (nikah) mut’ah dengan wanita. Kemudian Allah telah mengharamkan hal itu sampai hari kiamat. Oleh karena itu, jika masih ada yang memiliki wanita yang diperoleh melalui jalan mut’ah maka hendaklah ia melepaskannya dan janganlah kamu mengambil sedikitpun dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka.” (HR Muslim)

Tentang Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Tentang Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Maka berdasarkan hadis tersebut, Rasulullah SAW pun telah melarang umatnya untuk melakukan pernikahan mut’ah karena hal tersebut telah diharamkan Allah SWT.

Hukum Pernikahan Mut’ah di Indonesia

Di Indonesia, pelaksanaan nikah mut’ah yang didasarkan pada kesepakatan waktu tertentu bertolak belakang dengan undang-undang dalam Kompilasi Hukum Islam Bab II Pasal 2 yang menyatakan bahwa perkawinan sifatnya adalah selamanya dengan tujuan akhir membentuk keluarga sakinah, mawaddah, dan rahmah.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengeluarkan Fatwa MUI tentang Nikah Mut’ah Nomor Kep-B-679/MUI/XI/1997, yang berisi:

  1. Nikah mut’ah hukumnya adalah HARAM.
  2. Pelaku nikah mut’ah harus dihadapkan ke pengadilan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  3. Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan bila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akan diadakan pembetulan sebagaimana mestinya.

Sehingga apabila pelaku pernikahan mut’ah tertangkap, mereka dapat dikenakan hukuman sesuai dengan RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan Pasal 39 dan Pasal 144 yang menyebutkan bahwa “Setiap orang yang melakukan perkawinan mut’ah sebagaimana dimaksud Pasal 39 dihukum dengan penjara selama-lamanya 3 (tiga) tahun dan perkawinannya batal karena hukum”.

Pandangan Pernikahan Mut'ah dalam Islam
Pandangan Pernikahan Mut’ah dalam Islam, Picture by @ncmttingungor

Tidak hanya itu, karena perkawinan mut’ah dilakukan tanpa pencatatan oleh pegawai pencatat nikah, maka hasil perkawinannya tidak memiliki kekuatan hukum dan dianggap tidak pernah terjadi. Mereka yang melangsungkan pernikahan mut’ah pun akan dikenakan sanksi sesuai RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan Tahun 2007 Ayat 143 yang mengatakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja melangsungkan pernikahan tidak di hadapan Pejabat Pencatat Nikah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp6.000.000,- (enam juta rupiah) atau hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan”.

More Reading

Post navigation

Leave a Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Tips Pernikahan Pada Musim Hujan 2024

Menerapkan Gaya Hidup Zero Waste Setelah Menikah

Antara Adat dan Syariat Berikut penjelasannya 2024

Daftar Hadiah yang Bikin Pasangan Kabur 2024